Saat ini dunia memasuki era knowledg- base economy, dimana
pengetahuan menjadi the main engine/key driver yang menggerakkan
produktivitas, competitiveness,
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu bangsa. Keunggulan komparatif,
dimana sumber daya alam atau dalam bahasa Porter faktor endowment termasuk di dalamnya geograpy,
ecology sebagai faktor penggerak
ekonomi, kini telah digantikan oleh keunggulan kompetitif yang berbasiskan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Untuk meningkatkan totalitas faktor-faktor produksi
dan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, sekarang ilmu pengetahuan,
kreativitas dan inovasi menjadi penggerak/modal utamanya, ia bukan lagi sebagai
eksternal faktor.
Dimanakah posisi relatif
Indonesia saat ini dalam konteks knowledge
base economy? Kenapa posisi Indonesia tidak mengalami kemajuan dari masa ke
masa? apa yang bisa dipelajari dari negara-negara yang sudah membuktikan
korelasi positif antara knowledge dan
pembangunan ekonomi, terutama dari negara Nordic atau Skandinavia (the world’s most advanced knowledge economy)
dan Juga beberapa negara Asia seperti Taiwan (sekarang menjadi top Asia),
Singapura dan Malaysia?
World Bank telah mengembangkan suatu
program Knowledge Assessment Methodology
(KAM), dimana salah satu produknya adalah The
Knowledge Economy Index (KEI) sebuah representatif indeks agregat yang
menggambarkan posisi dan kesiapan suatu negara memasuki knowledge economy era. Indeks ini mengagregasi empat pilar
knowledge ekonomi yaitu Economic
Incentive and Institutional Regime (EIR), Education and Traininig, Innovation and Technological Adoption, dan
terakhir, Information and Communication
Technologies (ICT) Infrastructure.
Ada 80 variabel lengkap yang
digunakan oleh World Bank untuk mengukur performa suatu negara dalam konteks knowledge economy ini (disebut custom scorcard), namun yang umumnya
dipakai untuk melihat posisi relatif suatu negara adalah 14 variabel mendasar
dari empat pilar besar di atas (disebut basic
scorcard). Seluruh variabel dan hasil penilaian bisa diakses secara online melalui website World Bank/KAM.
Pembaca bisa mengkomparasi suatu negara dengan negara lain dan menampilkan
performa knowledge economy index
negaranya dalam bentuk bar chart, diamond
chart dan spider chart.
14 variabe dari empat pilar knowledge economy itu 2 variabel diantaranya merupakan performance variabel dan 12 lainnya
adalah knowledge variabels. Performance variabel itu adalah nilai average annual GDP Growth dan nilai Human Development Index (HDI) suatu
negara. GDP merupakan salah satu gambaran yang memperlihatkan nilai
produktivitas total dari suatu negara dalam menghasilkan nilai tambah dari
seluruh sektor dan faktor produksi yang dimilikinya. Gambaran GDP disandingkan
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau HDI suatu negara yang
direpresentasikan oleh tiga indeks komposit, yaitu life expectancy at birth, knowledge
and Education, Standar of Living.
12 variabel lainnya terbagi dalam
empat pilar. pertama pilar Economic Incentive and Institutional Regime
terdiri tiga variabel yaitu tariff and
non-tariff bariers, regulatory
quality, dan rule of law. kedua, pilar Education and Human
Resources terdiri dari tiga variabel yaitu adult
literacy rate (%age 15 and above), secondary
enrolment, dan tertiary enrolment.
ketiga, pilar Innovation and technological adoption, terdiri dari tiga
pilar yaitu Research in R&D per
Million population, Patent
applications granted by the UPSTO per million population, Scientific and
technical journal permillion populatioan. keempat pilar Information and
communication Technologies (ICT) Infrastructure terdiri dari tiga variabel
yaitu Telephones per 1,000 persons, computers per 1000 persons, internet users
per 1000 persons. Masing-masing variabel memiliki nilai aktual skor dan
normalize skor. skor terakhir, normalize skor adalah untuk melihat posisi relatif
suatu negara dalam masing-masing variabel dari skala 0-10 dibandingkan dengan
negara lain. Nilai sepuluh merupakan top score bagi top performer dan 0 adalah
skor terburuk atau terendah.
The knowledge economy frameworks ini sudah teruji sebagai pilar
untuk melihat kemajuan pembangunan suatu negara. Investasi yang berkelanjutan
di bidang pendidikan dan pelatihan berpengaruh positif terhadap peningkatan
penghasilan/GDP per capita suatu bangsa yang sangat terkait dengan
kesejahteraan. sebuah penelitian dan kajian yang dilakukan oleh UNESCO dan
OECD, Financing Education-Investment and
Returns terhadap sejumlah negara OECD dan peserta survey secara
longitudinal semenjak tahun 1960-2000, menunjukkan semakin lama masa bersekolah
(years of schooling), semakin naik
GDP per capitanya. Banyak lagi kajian serupa yang menunjukkan relasi positif
bahwa pendidikan/pengetahuan sebagai essential
ingredient bagi prestasi pembangunan suatu negara. misalnya kajian Barro
(1991), Cohen and Soto (2001), Hanushek dan Kimko (2000).
Sistem Inovasi sebagai
keterkaitan lembaga-lembaga, aturan-aturan dan prosedur-prosedur yang
mempengaruhi bagaimana suatu negara acquires,
creates, disseminates and use knowledge juga adalah sebagai pilar knowledge economy. Lederman dan Maloney
(2003) menggunakan pengujian regresi dengan memakai data panels selama lima
tahun antara 1975-2000 terhadap 53
negara menunjukkan bahwa kenaikan satu persen rasio total R dan D terhadap GDP
mampu mendongkrak GDP 0.78 persentase basis point. Guellec dan van
Pottelsberghe (2001) melakukan kajian investigatif
long-term effect dari berbagai variasi R and D terhadap negara anggota OECD
semenjak tahun 1980-1998. keduanya menemukan bahwa penelitian memberikan efek
yang positif bagi pertumbuhan produktifitas. Adams (1990) menggunakan jumlah academic scientific papers dari berbagai
lapangan keilmuwan sebagai proksi, menemukan technical knowledge berkontribusi sangat signifikan bagi
pertumbuhan total produksi industri manufaktur Amerika selama kurun waktu
1953-1980.
Sementara itu ICTs merupakan
tulang punggung dari knowledge economy
karena fungsinya sebagai effective tool
untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan. produksi
dan pemakaian ICTs, berdasarkan berbagai kajian, sangat mempengaruhi total
factor produktivity pada aras ekonomi. Karena dengan ICTs akan meningkatkan flow of information dan knowledge yang murah dan efisiens; akan
mereduksi ketidakpastian dan biaya transaksi dari partisipan ekonomi; mengatasi
hambatan batasan-batasan geographic sehingga terjadi pasar global yang
efficient.
Tentu saja, berbagai pilar harus
ditopang oleh pilar IER, dimana harus ada insentif bagi penggunaan yang efektif
dan kreasi pengetahuan, serta makro ekonomi, sistem kompetisi dan
peraturan/perundang-undangan yang well-grounded dan transparan. misalnya
seperti ditunjukkan oleh Knack dan Keefer (1995) dan Kauffman et al.
(2002-2003), jika hak-hak kekayaan intelektual tidak ditegakkan dan dihargai,
maka peneliti dan ilmuwan tidak memiliki insentif untuk mengkreasi teknologi pengetahuan.
Ada korelasi antara KEI Ranking
jika dikelompokkan secara quintil dengan kelompok negara berdasarkan income.
Hampir seluruh negara high income, kecuali satu negara yaitu Arab Saudi berada
di dalam quintil ke lima dan keempat dari KEI Rangking. Hampir seluruh negara
upper midle income berada di kuintil keempat dan ketiga, negara low middle
income hampir semuanya berada di quintil kedua dan pertama dan hampir semua
negara low income berada di quintil pertama.
KEI Indonesia
Saat ini Indonesia berdasarkan KEI dan KI Indexes (KAM 2008)
berada pada urutan ke 98 dari 134 negara dengan nilai total 3.23. Di Semua pilar,
posisi Indonesia relatif tertinggal jauh dibandingkan dengan yang lain. Indonesia
hanya memiliki skor 3.36 untuk pilar EIR, 3.32 untuk pilar Innovation, 3.42
untuk pilar education dan 2.82 untuk pilar ICT. Posisi ini masih dibawah rata-rata dunia dengan nilai total 5.92. Demikian
juga kalau dilihat per pilarnya, rata-rata dunia untuk EIR sudah 6.17,
Innovation 8.01, Pendidikan 4.16 dan ICT 6.34. Kalau digambar dengan spider
Chart dan diamond Chart terlihat dengan jelas posisi relatif Indonesia masih berada
ditengah-tengah lingkaran kecil belum bergerak keluar membentuk pola lingkar spider dan diamond sempurna. Prestasi ini relatif tidak bergerak semenjak
tahun 1995, bahkan pada KEI dan KI Indeks terakhir turun sebanyak dua tingkatan
dibandingkan dengan posisi tahun 1995.
Kalau dilihat posisi pencapaian per pilar saat ini dan perubahannya
semenjak tahun 1995, maka Indonesia telah melakukan lompatan cukup berarti
yaitu 29 lompatan dalam pilar inovasi, akan tetapi masih berada di urutan ke
94. Pada tiga pilar yang lain
posisi Indonesia semuanya turun dari posisi awal. Pilar Pendidikan Indonesia
turun sebanyak 6 spot berada di peringkat 94. Pada pilar EIR, Indonesia turun sebanyak 14
peringkat, berada di urutan ke 98. Indonesia harus mendapatkan perhatian besar kepada ICT, karena peringkat
Indonesia berada di urutan 106 negara, turun sebanyak 11 spot. Khusus untuk
yang terakhir ini, Vietnam berhasil naik 18 tingkat menyalip Indonesia berada
di peringkat 100 dunia.
Variable
|
Indonesia
(most recent) (Group: All) |
Indonesia
(1995) (Group: All) |
||
actual
|
normalized
|
actual
|
normalized
|
|
Annual
GDP Growth (%), 2002-2006
|
5.10
|
5.76
|
7.10
|
9.06
|
Human
Development Index, 2005
|
0.73
|
3.62
|
0.66
|
3.36
|
Tariff
& Nontariff Barriers, 2008
|
73.00
|
4.07
|
45.00
|
2.20
|
Regulatory
Quality, 2006
|
-0.26
|
3.93
|
0.43
|
5.93
|
Rule of
Law, 2006
|
-0.82
|
2.07
|
-0.36
|
3.93
|
Total
Royalty Payments and receipts(US$/pop.) 2006
|
5.55
|
4.82
|
n/a
|
n/a
|
Scientific
and Technical Journal Articles / Mil. People, 2005
|
0.93
|
1.22
|
0.69
|
0.86
|
Patents
Granted by USPTO / Mil. People, avg 2002-2006
|
0.08
|
3.93
|
0.04
|
3.93
|
Adult
Literacy Rate (% age 15 and above), 2007
|
91.42
|
4.22
|
83.70
|
4.45
|
Gross
Secondary Enrollment Rate, 2006
|
64.22
|
2.72
|
51.48
|
3.53
|
Gross
Tertiary Enrollment Rate, 2006
|
16.98
|
3.33
|
11.31
|
3.77
|
Total
Telephones per 1,000 People, 2006
|
360.00
|
3.29
|
18.20
|
2.64
|
Computers
per 1,000 People, 2005
|
10.00
|
1.88
|
5.10
|
3.13
|
Internet
Users per 1000 People, 2006
|
70.00
|
3.29
|
0.30
|
4.71
|
Sementara beberapa negara lain telah menunjukkan kemajuan luar biasa dan
memastikan bahwa mereka dalam track transisi menuju knowledge economy yang
benar, bahkan dalam interval waktu 1995-2008, ada yang naik sampai 20 spot, seperti Mongolia dan China. Sementara
yang lain Armenia 18 lompatan, Mauritania 17, Tunisia 15, Madagaskar 15, Angola
15, Lithunia 14, Romania 14 dan seterusnya. Mongolia (ranking 78), The
Kyrgiz Republik (ranking 89) sebagai negara low
income bahkan berhasil melampaui posisi Indonesia sebagai negara low middle income beberapa spot.
Di Asia, saat ini, Taiwan menjadi
negara terbaik dalam knowledge economy, ranking 17 dunia (melompat tujuh spot)
mengalahkan Jepang yang hanya ranking 19 (turun 2 spot). Taiwan highly competitive di pilar ICT dan
pilar Inovasi, dua pilar ini berada pada urutan delapan dan sepuluh dunia. Misalnya
Scientific and Technical journal persejuta penduduk, Taiwan mampu menyumbangkan
476.95 artikel. Jumlah Patent Taiwan mencapai jumlah yang fantastis yaitu
293.44 nilai aktualnya dan 9.93 normalizednya. Jumlah patent ini mampu
mengalahkan seluruh negara nordic/skandinavia dan hanya Amerika saja yang
berada diatasnya dengan nilai normalized yang sempurna yaitu 10. Taiwan juga
bagus dalam mengembangkan akses pendidikan tinggi terlihat dari Angka
partisipasi kasar pendidikan tinggi dengan nilai aktual 83.58 dan normalized
nyaris sempurna yaitu 9.77
Variable
|
Taiwan, China
(most recent) (Group: All) |
Taiwan, China
(1995) (Group: All) |
||
actual
|
normalized
|
actual
|
normalized
|
|
Annual
GDP Growth (%), 2002-2006
|
4.46
|
4.82
|
6.74
|
8.78
|
Human
Development Index, 2005
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
Tariff
& Nontariff Barriers, 2008
|
86.66
|
9.41
|
75.20
|
7.58
|
Regulatory
Quality, 2006
|
0.94
|
7.79
|
0.88
|
8.14
|
Rule of
Law, 2006
|
0.77
|
7.86
|
0.81
|
7.71
|
Total
Royalty Payments and receipts(US$/pop.) 2006
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
n/a
|
Scientific
and Technical Journal Articles / Mil. People, 2005
|
476.95
|
8.56
|
227.85
|
8.42
|
Patents
Granted by USPTO / Mil. People, avg 2002-2006
|
293.44
|
9.93
|
2.085.40
|
10.00
|
Adult
Literacy Rate (% age 15 and above), 2007
|
97.33
|
6.09
|
94.42
|
6.13
|
Gross
Secondary Enrollment Rate, 2006
|
99.15
|
7.87
|
95.66
|
8.13
|
Gross
Tertiary Enrollment Rate, 2006
|
83.58
|
9.77
|
39.44
|
8.19
|
Total
Telephones per 1,000 People, 2006
|
1.660.00
|
9.64
|
467.70
|
8.29
|
Computers
per 1,000 People, 2005
|
580.00
|
8.84
|
98.70
|
8.17
|
Internet
Users per 1000 People, 2006
|
640.00
|
9.29
|
11.80
|
8.36
|
Variabel scientific and Technical
journal articles/mil.people Indonesia sebagai salah satu pilar penting inovasi
dan technological adoption merupakan variabel terendah nilai normalizednya dari
berbagai variabel, yaitu dengan nilai actual 0.93 dan nilai normalized 1.22.
Ini mengindikasikan nilai produktivitas ilmuwan dan peneliti indonesia masih
rendah dibandingkan dengan ilmuwan dan peneliti dari negara-negara lain.
Padahal Indonesia memiliki 7.170 peneliti di seluruh Departemen dan LPND-LPND,
ditambah 125 ribu dosen perguruan tinggi. Ini mengingatkan kepada para
pengambil kebijakan untuk mengevaluasi dan melakukan kebijakan strategis ilmu
pengetahuan dan ICT yang dijalankan selama ini.
Nilai aktual produktivitas
ilmuwan Indonesia ini bahkan kalah dibandingkan dengan Bangladesh dengan nilai
actual 1.26 per sejuta penduduk, padahal urutan KEInya jauh dibawah Indonesia
yaitu 128. Malaysia memiliki 23.97 article per sejuta penduduk dengan nilai
normalized 5.11. Singapura yang mengalahkan Denmark, Belanda Norwegia, Amerika,
Australia dalam pilar Inovasi mencapai angka 831.22 artikel per sejuta penduduk
dengan 9.57 nilai normalizednya. nilai tertinggi, agaknya ditunjukkan oleh
Swedia dengan 1.109.48/sejuta penduduk dengan nilai normalizednya 9.93.
Masih dalam pilar inovasi, yaitu
patents granted by UPSTO, Indonesia hanya menghasilkan 0.08 patent persejuta
penduduk dengan nilai normalized 3.93. Patent ini padahal adalah salah satu
indikasi atas terjadinya penciptaan pengetahuan dan teknologi baru dalam suatu
negara. Malaysia, memiliki 3.03 patent per sejuta penduduk dengan nilai
normalized 7.79, sementara itu Singapura 101.07 per sejuta penduduk dengan
nilai normalized 9.21.
Pada pilar Pendidikan, variabel
adult literacy sudah mencapai 91.42 dengan nilai normalizes 4.22. akan tetapi
angka partisipasi kasar pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Indonesia
masih rendah, masing-masing yaitu 64.22 dengan nilai normalizednya 2.72 dan
16.98 dengan nilai normalized 3.33.
ICT infrastructure sebagai tulang
punggung knowledge economy, Indonesia masih jauh tertinggal. Dari seribu
penduduk, pemilik telepon hanya sekitar 360.00 orang. Sementara itu, computer
per seribu penduduk hanya 10.00 dan pemakai internet per seribu penduduk hanya
70.00. Merujuk pada nilai NRI dan kita lihat sub-sub indeksnya, walaupun secara
rangking masih sangat jauh dibawah dan cenderung terus menurun setiap tahun,
Indonesia memiliki kekuatan misalnya di availability of scientist and engineers
di rengking 31, extent of staff training di rengkin 31 dsb.
Posisi ini sejalan dengan
pengukuran dari lembaga internasional lain yang juga memperlihatkan peranan
ilmu pengetahuan sebagai porsi terbesar proxinya. Misalanya Global
Competetivenes Indeks yang dirilis oleh World Economic Forum; World Competetiviness
Year Book yang diterbitkan oleh International Management Development (IMD)
Swiss dan Network Readiness Indeks yang dirilis oleh Global Information
Technology Report.
Competitiveness suatu negara
ditentukan oleh produktivitas ekonomi negara tersebut dalam menghasilkan nilai
tambah per unit dari sumber daya manusia, modal, dan sumber daya alam. GCI
menggunakan 12 pilar besar untuk mengukur drivers of productivity/competitiveness
suatu negara yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu pertama basic
Requirements, kedua Efficiency enhancers dan ketiga Innovation and
sophistication factors. Tiga kelompok ini menjadi stages of development. Pertama disebut factor-driven economies,
kedua efficiency driven economies, dan ketiga innovation driven economies.
Pada stage pertama, sebuah negara berkompetisi
dengan mengandalkan faktor endowments, primarily unskilled labor dan sumber
daya alam. Biasanya tahap pembangunan ini dengan produktivitas yang rendah dan
tingkatan upah yang rendah pula. Pada tahap kedua, Indonesia suatu negara mulai
mengembangkan suatu produksi yang effisien dan meningkatkan mutu produksi. Pada
tahap kedua ini nampak peran besar pilar perguruan tinggi dan pelatihan, pasar
barang yang efektif, tenaga kerja yang berfungsi baik, sampai peranan
teknologi. Pada tahap ketiga, suata
negara mempertahankan pendapatan yang tinggi tergambar dari standar hidup mereka
dengan produk baru dan unik. Peranan inovasi dan proses produksi yang sophisticated menjadi penentu dari
tahapan ini.
Dalam konteks ini World Economy
Forum membagi pergerakan negara-negara kepada empat pergerakan, pertama tahap
faktor driven, kedua, tahap transisi menuju tahap efficiency driven, ketiga
tahap effeciency driven, dan keempat tahap transisi menuju innovation driven
dan kelima tahap innovation driven. Indonesia masih berada pada tahap pertama
yaitu factor driven, belum masuk ke tahap transisi, apalagi ke tahap efficiency
driven, belum transisi, dan masih jauh dari innovation driven. Indonesia berada
dalam rangking 55 dari 132 negara dunia. Artinya Indonesia masih mengandalkan
faktor endowment sebagai sebagai basis untuk berkompetisi di kancah global.
Indonesia berada pada urutan ke-51 dari 55 negara dalam World
Competitiveness year book tahun 2008 yang dirilis oleh IMD Swiss. (dielaborasi lebih jauh).
Termasuk dalam Global Information Technology Report yang menyigi secara lebih
terang dan dipublikasikan setiap tahun bagaimana kesiapan suatu negara dalam
penggunaan ICT dalam pembangunan negaranya (disebut Networked Readiness Indexs),
Indonesia berada pada rengking 83. Rengking
ini semenjak tahun 2006-2007 mengalami penurunan yang cukup signifikan sebanyak
22 spot dari urutan ke 62 ke 83. Dari tiga variabel penilaian (environment
index, Readiness index dan usage index) Indonesia memiliki rangking terendah
pada usage index, komponen penilaian yang melihat bagaimana actual usage dari
ICT suatu negara pada stakeholder utamanya (pelaku bisnis, pemerintah dan
individu) untuk efisiensi dan produktifitas, yaitu 93. Kemauan dan kesiapan
pelaku utama untuk menggunaka ICT dalam kehidupan sehari-hari yang diukur
melalui Readiness index, Indonesia sudah berada pada ranking 62 dunia, bahkan
dua subindeksnya yaitu individual readines dan business readiness sudah berada
pada ranking 52 dan 49 dunia. Akan tetapi friendliness of country’s environment
terhadap ICT yang coba diukur oleh environment index, Indonesia masih sangat
bermasalah pada infrastructure environment dengan ranking 103 dunia. Pemerintah
merupakan stakeholder utama dengan readiness paling tidak siap dibandingkan
dengan dua yang lain, yaitu rangking 111 dunia. Kondisi ini mengafirmasi nilai
pilar ICT indonesia pada KEI seperti telah disebutkan
Belajar dari Nordic Country
Posisi tertinggi, lima besar
didominasi oleh negara Skandinavia, Denmark pada urutan pertama dengan nilai
9,58, tempat kedua Swedia dengan nilai 9.52, disusul pada posisi ketiga
Finlandia dengan nilai 9.37, Belanda pada tempat ke empat dengan nilai 9.32,
kemudian Norwegia pada tingkat ke lima dengan nilai 9.27. Amerika serikat turun sebanyak enam peringkat
menjadi urutan ke-9 dengan nilai 9.09. Hampir di seluruh pilar, negara
skandinavia memiliki nilai sempurna, terutama pada pilar pendidikan semuanya berada
pada posisi 7 besar.
Rank
|
Country (click on the name
to see basic scorecard)
|
|
|
|
Economic
Incentive Regime |
|
|
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|||||||||||
|
||||||||||||||||
1
|
|
9.58
|
9.55
|
9.66
|
9.57
|
9.80
|
9.28
|
|||||||||
2
|
+4
|
|
9.52
|
9.63
|
9.18
|
9.79
|
9.40
|
9.69
|
||||||||
3
|
-1
|
|
9.37
|
9.33
|
9.47
|
9.66
|
9.78
|
8.56
|
||||||||
4
|
|
|
9.32
|
9.36
|
9.18
|
9.48
|
9.26
|
9.36
|
||||||||
5
|
|
|
9.27
|
9.27
|
9.25
|
9.06
|
9.60
|
9.16
|
||||||||
6
|
+4
|
|
9.21
|
9.14
|
9.42
|
9.43
|
9.26
|
8.74
|
||||||||
7
|
|
9.15
|
9.03
|
9.50
|
9.89
|
7.69
|
9.52
|
|||||||||
8
|
|
|
9.09
|
9.03
|
9.28
|
9.18
|
8.54
|
9.38
|
||||||||
9
|
-6
|
|
9.08
|
9.05
|
9.16
|
9.45
|
8.77
|
8.93
|
||||||||
10
|
+1
|
|
9.05
|
9.17
|
8.66
|
8.72
|
9.64
|
9.16
|
Pencapaian knowledge economy
indeks ini sejalan dengan tingkatan competitiveness global mereka. Hampir semua
lembaga international menempatkan negara-negara skandinavia sebagai negara yang
terbaik, misalnya dalam Global Competitiveness Index, World Competitivenes,
Human Development Indeks, The Geograpy of Happiness, Networked Readiness Index,
International Country Risk Guide, PISA, Global Peace Index, Global Corruption
Report dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar