Di tengah “kegembiraan” kenaikkan anggaran
pendidikan sebesar 20 persen dari total jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara, sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945, rasanya tidak salah kiranya
kita mengingat sejenak, terutama sekali bagi pemerintah, sebuah tantangan besar
yang ada dalam batang tubuh dunia pendidikan Indonesia itu sendiri yang selalu
kita bawa-bawa, yaitu paradoks
atau ironi pendidikan.
Senin, 03 September 2012
Paradigma Pengembangan Mahasiswa Indonesia.
Mahasiswa adalah peserta
didik yang menempati strata tertinggi dari jenjang Pendidikan. Banyak atribut
dan ekpektasi yang dilekatkan pada mahasiswa, termasuk dari mahasiswa terhadap
diri mereka sendiri.
Melihat Knowledge Economy Index Indonesia Belajar dari Nordic Countries
Saat ini dunia memasuki era knowledg- base economy, dimana
pengetahuan menjadi the main engine/key driver yang menggerakkan
produktivitas, competitiveness,
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan suatu bangsa. Keunggulan komparatif,
dimana sumber daya alam atau dalam bahasa Porter faktor endowment termasuk di dalamnya geograpy,
ecology sebagai faktor penggerak
ekonomi, kini telah digantikan oleh keunggulan kompetitif yang berbasiskan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Untuk meningkatkan totalitas faktor-faktor produksi
dan untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, sekarang ilmu pengetahuan,
kreativitas dan inovasi menjadi penggerak/modal utamanya, ia bukan lagi sebagai
eksternal faktor.
Pemerintah Bagai Menggantang Asap
Kebakaran hutan dan lahan sepertinya tidak mengenal
kata akhir dari bumi persada Indonesia ini.
Serbuk Serumpun di Perguruan Tinggi
Saya melihat suatu skenario Darwin sedang terjadi
pada pendidikan tinggi di Indonesia. Perguruan tinggi yang kuat semakin kuat,
diprediksi akan terus bertahan dan yang lemah semakin lemah, diramalkan akan
menemui kematiannya. Ini bukan dalam arti kontestasi, di mana satu dengan yang
lainnya saling meniadakan, tapi faktanya adalah serbuk serumpun dan asyik
dengan al-mamater sendiri.
Sabtu, 01 September 2012
Melihat Kinerja Penelitian di Indonesia
Galib diketahui bahwa postur atau kinerja
riset nasional penelitian di Indonesia belum baik dan
berhasil seperti yang diharapkan. Dalam Indikator Knowledge Economic Index (KEI),
Indonesia hanya menempati urutan 108 dunia (rilis World Bank 2012); artikel jurnal/sejuta
penduduk dan jumlah patent/sejuta penduduk yang tercatat di UPSTO sebagai salah
satu indikator KEI, Indonesia hanya mengkontribusikan 0,80 artikel/sejuta
penduduk dan 0,08/sejuta penduduk; ESI sebagai gambaran dari produktifitas
intelektual dan peneliti, pada kurun 2000-2004,
jumlah publikasi dari Singapura, Thailand dan Malaysia masing-masing 3.086,
2.125 dan 700, Indonesia hanya mampu menyumbang 371. Demikian juga WIPO,
semenjak 2000 sampai tahun 2005, Indonesia hanya
memiliki aplikasi paten rata-rata sebanyak 8,5 aplikasi.
“Menjadi World Class University”
Pendahuluan
Times
higher Education-QS World University rangkings pada 2009 (pada 2010 keduanya,
THE dan QS pecah kongsi) merilis 500
perguruan tinggi yang memiliki reputasi World
Class Universities (WCU). Dari hasil rilis THE-QS tersebut, universitas
Indonesia Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut
Teknologi Bandung (ITB), masing-masing berada pada posisi 201, 250, dan 351
besar dunia. Sementara itu Unair mampu masuk ke dalam 500 ratus besar,
sementara IPB, Undip, UB masuk dalam 600 ratus besar.
Langganan:
Postingan (Atom)